“Ku coba ambil pensil imajinasi,
mencoba menggambar
pemandangan indah ciptaan tuhan.
Bukan! Bukan pelangi!
Senyumnya lebih indah dari pelangi.
Ku tutup mata, semampuku mengingat
senyum indah yang telah lama pergi.
Tapi kenapa hasilnya mengecewakan?
Apa karena senyum itu
bukan milikku lagi?”
“Sepeda yang nggak pakai rem,
asal penggunanya mahir,
selamat aja tuh.”
“Hey! Yang jomblo! Sini saya pacarin!”
“Malam seperti biasa dialami para nocturnal.
Berbantal kenangan,
berselimut sepi,
beralas khayalan.”
“Aku ingin mencari
‘Dewa Ruci’ milikku sendiri.”
“Orang yang nggak nerima perbedaan itu otaknya sempit.”
“Aku rela mati bagai semut,
yang mencoba merengkuh
senyum manis di bibirmu.
Sayang.”
“Kenapa. Kata yang penting
dalam kehidupan. Namun tak selalu,
karena ada pertanyaan yang
tak ingin kamu dengar jawabannya.”
“Mengenangmu hanya membuat
gambaran betapa bodohnya aku
mendapat nilai 8.”
“Harum bunga nan semerbak,
indah kelopak menarik hati.
Langkahku menjauh melihat
bunga itu telah terpagar rapih.”